Thursday, April 3, 2008

Triple

Triple

Sudah lebih setahun saya menikah dengannya tetapi tak pernah secuil pun tubuh ini pernah disentuhnya. Mengapa? Pertanyaan itu selalu saja muncul. Puluhan jawaban bertebaran dalam benak tapi secepat jawaban itu terbersit secepat itu pula saya menepisnya.
*
Namanya Gyrs. Kami menikah atas nama sebuah perjodohan dengan alasan klise : desakan orang tua untuk segera mengakhiri lajang mengingat usia yang boleh dibilang tak lagi muda. Usia kami sama-sama kepala tiga lebih beberapa tahun, keluarga besar tak mau menanggung malu karena salah satu anaknya tak kawin-kawin. Walhasil, pernikahan pun terselenggara. Puas?
*
Namanya Abel. Usianya 3 bulan lebih tua dariku. Dia tidak terlalu ganteng. Dia juga bukan tipe lelaki idaman. Tapi begitulah, dia mampu meyakinkanku untuk tidak segera menikah setelah mengenalnya. Menikah berarti merelakan sebagian kebebasan menikmati hidup, itu yang selalu ditekankannya. Dia juga mengajari bagaimana harus menjalani hidup. Aku memang rapuh meski terkesan tegar. Dialah yang selama ini mampu menjadikan segalanya menjadi lebih logis bagiku. Benar, menikah mungkin baik untuk orang lain tapi tidak untuk kita, pernah suatu ketika ia merasionalkan penolakannya untuk segera melamarku. Aku mengamininya. Logis saja, aku yang sedang bermimpi, bagaimana kami bisa menikah? Yang benar saja..
*
Gue kenal Gyrs sekitar 2 tahunan. Sebenarnya, dia cerdas cuma terlalu naïf. Kalo nggak sesuai aturan, semuanya bakal diprotes. Nggak cuma itu, dia sering terlalu baik sama orang lain. Bahkan, lagi banyak-banyaknya kerjaan atau sebete apapun ia bakal ngasih senyum sama orang lain. Gue selalu ngacungin jempol buat manajemen kemunafikan yang sukses ia pelihara. Tapi, jujur, hal-hal kayak gitulah yang bikin gue ngerasa Gyrs adalah belahan hati yang selama ini gue cari. Dia selalu bisa ngepahamin, bahkan tanpa gue bilang apapun, dia udah tahu apa yang gue pingin. Kedengarannya memang egois tapi gue ngertiin juga apa isi hati MyGyrs. Dia butuh orang yang bisa ngelindungin, bilang tidak untuk beberapa argumentasinya, ngelarang dia, dan seorang yang bisa ngebentak dia dengan logis. Dan gue rasa, gue lah orang itu. Meski gue sadar, gue nggak bakal pernah mau merit sama dia.
*
Namanya Getta. Keturunan India Dravida. Tidak terlalu cantik, tidak juga menunjukkan kalo dia wanita yang smart. Aku menikahinya 2 tahun silam. Mungkin benar, menikahinya adalah suatu kesalahan. Menikahinya berarti melibatkannya dalam permainan ini. Menikahinya juga berarti menjadikan dia sebuah manekin dalam rumah tangga ini. Menikahinya sama dengan menambah beban kehidupannya sebagai perawan tua yang dipaksa menikah.
Getta bukanlah perempuan yang tidak baik. Bahkan, dia teramat baik untuk lelaki sepertiku. Seperti lazimnya seorang istri, pagi hari ia menyiapkan sarapan, baju kerja, mencium tangan sewaktu aku hendak ngantor, menyiapkan makan malam, dan bersiap ke ranjang. Untuk yang terakhir, mestinya semua berjalan sebagaimana layaknya pasutri tapi..
*
Saya tidak akan pernah menyesali pernikahan ini. Meski hasil sebuah perjodohan, saya rela melepaskan atribut wanita karier yang selama ini saya kejar hingga telat kawin. Prinsip saya, menikah adalah untuk sekali. Jangan bilang saya terlalu memaksakan diri. Dua tahun tidak diberi nafkah batin, kenapa tidak bercerai saja?
C E R AI …?!?
Saya tidak menutup mata atas semua kemungkinan. Tapi inilah yang bakal terjadi..
Entahlah..
*
“Pak Abel, selamat siang. Perkenalkan nama saya Getta. Saya memang tidak ada janji ketemu Anda siang ini. Tapi apa yang akan kita bicarakan jauh lebih penting dari sebuah protokoler kantor”
“It’s ok. I’m free. Can I Help you..?”
“Nyonya,” tegas saya begitu melihat ia kebingungan antara memanggil saya Nona atau Nyonya. “ Tepatnya Nyonya Getta Gyrswantara!”

*
“Buat apa kamu datang ke kantor rekananku?”
“Rekanan yang mana? Kalo maksud Mas adalah Pak Abel, saya pikir dia lebih dari sekedar rekanan..”. Apa dia belum cerita? Perlukah semuanya dipertanyakan lagi? Atau.. jangan-jangan kamu hanya ingin lebih menyiksa saya? “Saya bukan wanita yang bisa menulikan kuping atas semua selintingan yang menyinggung suami sendiri, Mas..”
“Maksud kamu?”

*
to : MyGyrs @ Yahoo. Com
From : AbelMu @ Yahoo. Com
Gyrs..setelah istri lo nyamper ke kantor, gue jadi mikir. Apa sich yang selama ini lo perjuangin buat gue? Gue nggak se-worth it yang lo kira. Nikahin lo aja gue kagak pernah mau. Gue emang cinta lo tapi gue juga manusia, Gyrs. Gue nggak tega ngeliat istri lo nangis di depan gue, bilang kalo kehidupan perkawinannya nggak happy gara-gara gue. Padahal, istri lo udah berkorban begitu banyak. Ninggalin karir yang lagi moncer, nggak selingkuh, nurutin ape kata lo…
Sewaktu lo mutusin buat nikah, dalam hati gue udah nyadar ini semua pasti bakal kejadian. Ibarat bangkai, sekarang ni semua orang udah bisa ngecium baunya.
Lo juga mesti inget, Lo sendiri yang udah nyalain api lewat pernikahan, lo juga yang mesti madamin api itu. Bukan bareng gue tapi lo sendiri, Gyrs!
O ya, gue sekalian pamit. Lusa gue move ke Paris…
Take care..
*
Abel..aku di depan Eifel..would u come., my soulmate..
sender
MyGyrs
0811271044
17-12-2005 11:22
*
Sudah lebih setahun saya menikah dengannya tetapi tak pernah secuil pun tubuh ini pernah disentuhnya. Mengapa? Pertanyaan itu selalu saja muncul. Puluhan jawaban bertebaran dalam benak tapi secepat jawaban itu terbersit secepat itu pula saya menepisnya.

No comments: