Thursday, April 3, 2008

Dosen, So What?!

Dosen, So What?!
“Oh, My God!”
“Iya. Bener. Gue nggak becanda!”
“Elo jadi dosen?”
“Gue nggak bisa ngebayangin”
“Maksud lo?”
“Gue nggak bisa ngebayangin gimana ntar lo ngajar, ketemu mahasiswa, an so on..”
“Gue datang ke lo bukan buat diledekin, tau!”
“Sorry, say! Not supposed to be… By the way, lo yakin?”
**
Tidak tahu. Aku menyimpan jawaban itu dalam hati. Hal yang sama aku lakukan untuk setiap pertanyaan senada yang dilontarkan tak hanya oleh teman baikku tapi semua orang yang merasa mengenalku.
Karena aku benar-benar tidak tahu apa yang tengah aku rasakan sekarang. Di satu sisi, aku merasa bahagia karena dari sekian pelamar salah satunya aku yang diterima. Di sisi lain, aku takut dengan dengan dunia ini : dosen?
Penuh orang-orang serius, birokrasi, prosedural, argumentasi yang kadang mengada-ada, serta hal-hal lain yang selama ini tidak aku suka kini hampir tiap hari aku temui. Lama-lama, Aku bisa gila…
**
“Dijalanin dulu, Di! Liat ‘tuh di luaran, banyak yang masih pontang-panting nyari kerja nggak dapet-dapet..”
“Tapi Dian ngerasa itu bukan dunia Dian sekarang Bu!”
“Mbok ya kamu jangan mengada-ada Di.. Pas kamu ketrima di jurusan komunikasi kamu bilang nyasar. Kerja di radio yang dibilang teman-temanmu cocok buat kamu pun sekarang buktinya kamu keluar. Padahal, kamu dulu juga bilang “This is my world!”. Sekarang, dengan entengnya kamu bilang ngajar bukan duniamu? Lantas, besok apalagi Di?”
“Di kampus itu dipenuhi oleh basa-basi, ngomongnya panjang, muter-muter, tapi ujungnya Cuma satu : merjuangin kepentingannya sendiri. Bahkan, ada yang lebih parah dari Dian. Mengatasnamakan pendidikan untuk nyari keuntungan. Capek dech, Bu! Dian bisa gila lama-lama Bu..”
“Maksud kamu, mau keluar lagi? Atau ngerasa nggak cocok lagi?”
Cuma hempasan nafasku yang menjawab.
“Sebelumnya, di radio dulu kamu juga kayak gitu! Padahal kamu khan menyukai dunia itu. Siaran, musik, ketemu orang…”
“Itu lain soal, Bu..”
“Lain soal bagaimana?”
“Dian nggak mau ngebahasnya lagi. Kita sudah pernah ngomongin itu”
“Iya. Tapi kamu baru ngomong setelah kamu resign khan? Bahkan, sampai sekarang pun kamu belum ngasih alasan yang jelas tentang keputusanmu itu tho?”
“Apalagi yang belum Dian critain, Bu?”
“Ibu nggak habis pikir, sebenarnya apa yang kamu cari, Di!”
“Ibu nggak bakal habis pikir kalo ngerasa bekerja keras tapi digaji kecil kayak Dian”
“Loh, itu tho masalah yang sebenernya?”
Lagi-lagi aku tidak bisa menjawab. “Trus, di kampus tempatmu ngajar itu juga kamu bakal digaji kecil juga?” ibu bertanya hati-hati sambil perlahan menghampiriku.
“Di..tolong dengerin ibu kali ini ya. Nggak selamanya semua hal itu dibalas dan dinilai pake uang. Siapa tahu ini Cuma jalan yang kamu mesti lalui dulu sebelum tujuan kamu itu tercapai”
“Tapi Dian ingin kaya Bu..”
Ibu tertawa mendengar jawabanku.
“Masa ibu dosen jawabannya kayak gitu…”
“Apa salah kalo punya keinginan jadi kaya? Dian juga nggak mau kalah sama temen-temen Dian yang lain. Apalagi, sekarang Dian denger mereka ada yang gajinya udah gede banget..”
“Dian..kayaknya ibu nggak pernah ngajarin kamu untuk jadi materialistic kayak gini..” Ibu berujar dengan nada setengah kecewa.
“Dian Cuma pingin ngebahagiain Ibu..”
“Dengan cara seperti ini? Dalam setahun pindah kerja dua kali?”
“Dian ngambil minum dulu bu” Sengaja aku mencari alasan agar bisa menyusun argumen yang tepat.
“Di, jadi dosen itu panggilan. Kepuasannya tidak dihitung dari materi” Ibu melanjutkan omongannya. Air es ini begitu dingin. Gerahamku terasa sedikit ngilu.
“Itu Dian juga sudah tau, Bu!”
“Trus, apalagi masalahnya?”
“Masalahnya, dengan jadi dosen Dian nggak bakalan bisa cepet kaya!”
“Dian, ibu nggak pernah ngelarang kamu buat jadi kaya. Tapi ibu akan lebih senang kalo kamu jadi manusia yang kaya hati..”

**
Kaya hati? Dua kata itu seolah tak asing lagi di kupingku. Bahkan, di bibirku juga. Aku sering mengucapkannya. Bahkan, tak jarang aku memakainya sebagai saran bagi teman-temanku yang kebetulan datang membawa masalah. Lantas, kenapa sekarang aku melupakannya? Bukankah rejeki itu sudah ada yang ngatur?
**
“Selamat pagi, Saudara-saudara…Kita mulai kelas kita hari ini!”

Inspired by:
My old friend
“Finally, I follow your flow”

No comments: